PEMBAHASAN
A. Konservasi
Apakah yang disebut ‘psikologi konservasi’? untuk menjawabnya, kami akan
mengkaji setiap istilahnya, dan kita akan mulai dari yang kedua, yaitu
‘konservasi’.
Istilah ‘konservasi’ yang kami gunakan disini bukan seperti yang dipahami di pergantian abab ke 20, yaitu sesuatu yang terkait dengan pelestarian sumber daya alam. Meskipun tidak ada yang keliru dengan konsep tersebut, namun asosiasinya agak salah kaprah karena fokus utilitarianistiknya kental sekali dalam gerakan ini. Sebaliknya kami lebih menggunakan istilah ‘konservasi’ yang digagas ulang tahun 1980-an, seperangkat ide yang pengaplikasiannya sama sekali baru karena mencakup hingga perencanaan lanskap dan ekosistem seluas benua – lebih khusus lagi, pemahaman yang berkaitan erat dengan cabang disiplin ‘biologi konservasi’. Bidang ilmu tersebut lahir sebagai kepekaan terhadap krisis ekologi, bahkan perspektifnya terang-terangan menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan alam sealamiah-alamiahnya (Soule, 1985).
Hal yang sama
juga berlaku bagi psikologi konservasi yang kami gagas ini : tujuannya bukan
sekedar memahami saling ketergantungan manusia dengan alam, tapi mempromisikan sebuah hubungan yang sehat dan
lestari bagi keduanya. Tujuan “mempromosikan” disini memunculkan sebuah
perdebatan. Basis nilai psikologi konservasi yang eksplisit tidak begitu
dikenal oleh sebagian ilmuan, yang akan cenderung sekedar mendeskripsikan
perilaku ketimbang mengambil sikap tegas “melestarikan alam” dengan komponen
preskriptif yang jernih (Crosby dkk, 2004). Tetapi psikologi sudah memiliki
basis nilai yang amat gamblang : yaitu bertujuan memajukan kesejahteraan mental
manusia. Artinya, jika memilih pertanyaan-pertanyaan riset semata-mata karena
harus sesuai dengan relevansi sehingga integritas temuannya mau tak mau
dipromosikan, semua riset medis tampaknya harus dicurigai. Padahal metode yang
lemah atau tidak tepat, dan pemikiran yang tidak kritis, itulah ancaman yang
sesungguhnya.
B. Psikologi
Istilah ‘psikologi’ yang kami gunakan disini juga harus dijelaskan.
Banyak orang awalnya terkejut saat kami menggandeng dua kata ini bersamaan
menjadi ‘psikologi konservasi’. Namun sesegera mereka memahaminya : oh ya,
masalah-masalah lingkungan hidup adalah akibat pilihan-pilihan perilaku
manusia, sehinggga untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut mau tak mau
kita harus melakukan perubahan-perubahan besar di dalam pola-pola perilaku itu
sendiri. Maka, kita perlu memahami manusia.
Psikologi
mengandung dalam dirinya tujuan yang rangkap : memahami perilaku manusia dan
memajukan kesejahteraan mental manusia. Artinya, riset dan praktik psikologi
didasarkan pada asumsi bahwa jika ingin memajukan kesejahteraan mental manusia,
kita harus memahami betul perilaku manusia yang ini didasarkan pada
penelitian-penelitian empiris yang ketat.
‘memahami
perilaku manusia’ maksudnya, sebagian, adalah memahami bagaimana individu
dipengaruhi oleh tatanan yang didalamnya mereka ‘menemukan’ dirinya. Ini
mencakup lingkungan alam dan perubahan-perubahan didalamnya yang disebabkan
oleh hal-hal seperti perubahan iklim, populasi berlebih, dan berkurangnya
hutan. ‘Memajukan kesejahteraan mental manusia’ mensyaratkan kesadaran akan
betapa vitalnya hubungan manusia dan lingkungan alam. Sudah umum diketahui
bahwa racun-racun alam memiliki pengaruh-pengaruh langsung terhadap kesehatan
manusia. Sayangnya efek-efek keracunan ini sering kasat mata dan baru terlihat
setelah akumulasinya mengubah fungsi-fungsi biologis mental manusia. Sedangkan
terkait hubungan manusia –alam yang tidak langsung, problem lingkungan pada
akhirnya akan tetap berdampak terhadap kesejahteraan setiap manusia di planet
ini : pemanasan global dan kepadatan populasi mempengaruhi perilaku sosial dan
konflik antar kelompok, sebaliknya kesempatan untuk berinteraksi dengan
binatang dan alam memengaruhi kesejahteraan emosional dan pengurangan tingkat
stress.
C. Kepedulian Manusia Terhadap Alam
Ada bagian terakhir dalam buku referensi yang kami pakai yang berjudul
‘Pemeliharaan Alam’. Kata ‘memelihara’ yang dipakai mungkin kata yang sudah
umum didengar, tetapi maknanya tetap saja kuat. Kita semua tahu bahwa untuk
bertindak dengan maksud, untuk menyelidiki, untuk menggerakkan, membutuhkan
orang yang “menaruh minat” – itulah “kepedulian” (cares). Diantara keperihatinan yang kian parah tentang betapa
jahatnya manusia merusak lingkungan alamiah terus-menerus, mudah sekali kita
merasa pesimis tentang seberapa besar niatan manusia bersedia menjaga alam.
Namun, bisakah
aktivitas ‘memelihara alam’ ini lebih dari sekedar minat pribadi? Bisa saja
karena makna ‘memelihara’ memang kuat – suatu kewajiban yang sudah kita
pelajari untuk mampu menerima dan memiliki sesuatu, menjadikan ‘pemeliharaan’
bagian identitas kita. Pemeliharaan bersifat pribadi kalau dilihat dari upaya
kita memilih apa yang kita minati – manusia peduli akan banyak hal, khususnya
yang paling dekat dengan hati mereka.
Pemeliharaan
berkaitan dengan tindakan. Kami terkadang menggunakan istilah lain juga, yaitu
‘kepedulian’ yang maknanya berkaitan dengan respons emosi, suatu sikap
memperhatikan. Makna ‘kepedulian’ memiliki aspek prilaku juga, kita bahkan
menggunakan frasa ini sehari-hari saat bicara tentang ornag-orang yang mengasuh
dan merawat seperti orang tua, kerabat, baby-sitter,
dan lain-lain. Ada banyak cara manusia mengekspresikan kepedulian. Istilah
‘caring for’ dalam bahasa inggris termasuk kosa kata generatif dari
membangkitkan tindakan yang produktif, setara dengan kreativitas berbahasa.
Sebagai aspek terakhir memahami kata ‘peduli’, kita bisa menyebutnya sebagai
tindakan yang sifatnya pribadi karena kita sering menggunakannya ketika
berbicara tentang sebuah hubungan personal.
D. Akar-akar Psikologi Konservasi
Di dalam studi-studi tentang lingkungan, daftar awal artikel yang
berpengaruh adalah ‘tragedy of the
commons” dari Garrett Hardin (1968) dan “the historical roots of our ecological crisis” dari Lynn White
(1967). Kedua esai yang propokatif (tapi cacat) ini menarik perhatian bukan
pada konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan dari kemajuan teknologi,
melainkan pada cara-cara manusia berfikir tentang lingkungan. Di saat yang
sama, riset serius tentang hubungan manusia dan lingkungannya mengarah pada
pengembangan psikologi lingkungan hidup (environmental
psychology) sebagai subdisiplin psikologi. ‘Lingkungan’ disini
didefinisikan sebagai konteks fisik (bukannya sosial), meliputi komponen alam
dan bangunan. Awalnya psikolog lingkungan berfokus pada cara-cara lingkungan
memberikan pengaruh-pengaruh kausal bagi perilaku manusia. Namun, dengan
bangkitnya gerakan lingkungan hidup, tumbuh perhatian yang lebih besar terhadap
lingkungan alamiah dan pengakuan yang lebih besar bagi dampak buruk perilaku
manusia terhadap lingkungan.
Sejak awal,
psikologi lingkungan hidup telah mewadahi kepedulian para peneliti kesehatan
lingkungan, dan sejumlah riset yang relevan dengan psikologi konservasi juga
sudah mereka kerjakan. Beberapa riset psikologi itu bahkan sudah menyoroti
pengaruh-pengaruh sentuhan alam bagi kesejahteraan individu; cara-cara manusia
berinteraksi dengan alam, persepsi tentang resiko-resiko yang bisa muncul dari
dan untuk alam dan lingkungan hidup; pengambilan keputusan tentang kebijakan
lingkungan; konsep-konsep etika lingkungan; dan cara-cara konsep diri manusia
berjalin dengan lingkungan alam. Bangunan-bangunan psikologis yang penting ini
meliputi pengetahuan, perilaku, nilai dan sikap-sikap di tingkatan individu,
beserta norma-norma, intensif-intensif, penghalang-penghalang dan latar-latar
perilaku di tingkat sistem.
Bidang psikologi
konservasi muncul bukan untuk merespons kurangnya riset-riset diatas, melainkan
untuk merespons kurangnya kejelasan dan identifikasi : baik psikolog maupun
bukan psikolog sering kali tidak paham riset psikologi yang benar terkait
pelestarian alam. Psikologi konservasi juga berusaha menyediakan sebuah
komunitas bagi para psikolog di sub-sub disiplin yang ingin mencerminkan
keprihatinan mereka bagi masa depan planet di dalam identitas profesionalnya.
E. Potensi Psikologi Konservasi
Psikologi konservasi memandu riset dasar maupun riset terapan. Disebut
terapan karena tujuan utamanya adalah menyoroti dan mengurangi masalah-masalah
lingkungan. Namun, “tidak ada praktik sebaik sebuah teori yang bagus”, mengutip
Kurt Lewin (1951). Riset psikologi telah menghasilkan beberapa kesimpulan luas
yang mempunyai relevansi penting bagi psikologi. Mereka mencakup ide-ide bahwa
perilaku sangat dipengaruhi oleh konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti
perilaku tersebut; bahwa manusia bukan hanya belajar perilaku tapi juga sikap,
nilai dan norma dari orang-orang sekitarnya; dan bahwa manusia berubah di
sepanjang waktu, dengan cara-cara yang telah terprogram secara genetis
sebagaimana respons terhadap lingkungan. Efek dari pengalaman tertentu
berbeda-beda sesuai tahap perkembangan seseorang, dan beberapa pengalaman atau
pengaruh itu kadang memiliki dampak yang tidak tepat di awal perkembangan
seseorang. Prinsip ini jelas sangat relevan apabila kita ingin memahami saling
ketergantungan manusia dengan alam.
Dua kesimpulan
inti berikut penting juga untuk di identifikasikan meskipun sering kali di
biarkan saja tanpa perlu di ungkapkan.
Pertama, perilaku manusia merupakan fungsi dari beberapa sebab, kebanyakan irasional dan / atau di luar kesadaran jernih. Artinya, manusia tidak selalu tahu apa yang baik untuk dirinya, dan sekalipun tahu, jarang sekali mereka mau menindak lanjutinya.
Kedua, perilaku dapat diubah. Pola-pola perilaku bisa dilihat sebagai konsekuensi tak terelakan dari ‘watak manusia’, namun ia tetap bisa di arahkan, merespons baik pada pengaruh yang disengaja maupun tidak.
Pertama, perilaku manusia merupakan fungsi dari beberapa sebab, kebanyakan irasional dan / atau di luar kesadaran jernih. Artinya, manusia tidak selalu tahu apa yang baik untuk dirinya, dan sekalipun tahu, jarang sekali mereka mau menindak lanjutinya.
Kedua, perilaku dapat diubah. Pola-pola perilaku bisa dilihat sebagai konsekuensi tak terelakan dari ‘watak manusia’, namun ia tetap bisa di arahkan, merespons baik pada pengaruh yang disengaja maupun tidak.
Memahami sungguh-sungguh pengaruh utama bagi perilaku tertentu akan bisa
membuka ruang kemungkinan intervensi yang positif bagi peningkatan hubungan
manusia-alam yang sehat.
Untuk
menjembatani dua kesimpulan inti di atas, Saunders (2003) dan Mascia (2003)
mengusulkan seperangkat wilayah bagi riset psikologi konservasi yang
mencerminkan pengetahuan psikologi dan definisi kompleks kita sebelumnya.
Saunders berpendapat bahwa psikologi konservasi harusnya membahas; (1) cara
manusia merawat alam ,dan (2) bagaimana sebaiknya manusia bersikap terhadap
alam. Mascia menambahkan komponen kognitif, yaitu (3) bagaimana cara manusia
mengembangkan keyakinan dan pengetahuan yang baik dan tepat tentang alam. Ia
juga mengakui kalau manusia berfungsi disebuah konteks sosial dengan
menambahkan dua lagi fokus psikologi konservasi, yaitu (4) hubungan manusia
yang relevan dengan konservasi, dan (5) hubungan manusia dengan lembaga-lembaga
sosial.
Psikologi
bertujuan untuk menerapkan konsep-konsep dan teknik-teknik riset psikologi di
wilayah-wilayah konservasi. Ini mencakup hal-hal semisal :
1. Menggunakan riset survei untuk menilai sikap-sikap komunitas terhadap inisiatif-inisiatif konservasi tertentu.
2. Menggunakan hasil-hasil riset perubahan sikap untuk merancang pesan-pesan yang persuasif.
3. Menggunakan hasil-hasil riset perilaku untuk mendukung perilaku yang melestarikan.
4. Berkonsultasi dengan para arsitek dan perancang untuk menyediakan cara-cara terbaik interaksi manusia dengan alam.
5. Merancang program-program lingkungan hidup yang mengedepankan sikap-sikap pro-lingkungan.
6. Melakukan riset tentang efek-efek sentuhan dengan alam untuk menyempurnakan argumen-argumen perlindungan alam
7. Mengamati interaksi-interaksi sosial untuk memahami cara-cara nilai lingkungan hidup diciptakan dan dipancarkan.
1. Menggunakan riset survei untuk menilai sikap-sikap komunitas terhadap inisiatif-inisiatif konservasi tertentu.
2. Menggunakan hasil-hasil riset perubahan sikap untuk merancang pesan-pesan yang persuasif.
3. Menggunakan hasil-hasil riset perilaku untuk mendukung perilaku yang melestarikan.
4. Berkonsultasi dengan para arsitek dan perancang untuk menyediakan cara-cara terbaik interaksi manusia dengan alam.
5. Merancang program-program lingkungan hidup yang mengedepankan sikap-sikap pro-lingkungan.
6. Melakukan riset tentang efek-efek sentuhan dengan alam untuk menyempurnakan argumen-argumen perlindungan alam
7. Mengamati interaksi-interaksi sosial untuk memahami cara-cara nilai lingkungan hidup diciptakan dan dipancarkan.
0 comments:
Post a Comment