Sunday 19 April 2015

Psikologi Konservasi

PEMBAHASAN
A.   Konservasi
Apakah yang disebut ‘psikologi konservasi’? untuk menjawabnya, kami akan mengkaji setiap istilahnya, dan kita akan mulai dari yang kedua, yaitu ‘konservasi’.

Istilah ‘konservasi’ yang kami gunakan disini bukan seperti yang dipahami di pergantian abab ke 20, yaitu sesuatu yang terkait dengan pelestarian sumber daya alam. Meskipun tidak ada yang keliru dengan konsep tersebut, namun asosiasinya agak salah kaprah karena fokus utilitarianistiknya kental sekali dalam gerakan ini. Sebaliknya kami lebih menggunakan istilah ‘konservasi’ yang digagas ulang tahun 1980-an, seperangkat ide yang pengaplikasiannya sama sekali baru karena mencakup hingga perencanaan lanskap dan ekosistem seluas benua – lebih khusus lagi, pemahaman yang berkaitan erat dengan cabang disiplin ‘biologi konservasi’. Bidang ilmu tersebut lahir sebagai kepekaan terhadap krisis ekologi, bahkan perspektifnya terang-terangan menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan alam sealamiah-alamiahnya (Soule, 1985).
Hal yang sama juga berlaku bagi psikologi konservasi yang kami gagas ini : tujuannya bukan sekedar memahami saling ketergantungan manusia dengan alam, tapi mempromisikan sebuah hubungan yang sehat dan lestari bagi keduanya. Tujuan “mempromosikan” disini memunculkan sebuah perdebatan. Basis nilai psikologi konservasi yang eksplisit tidak begitu dikenal oleh sebagian ilmuan, yang akan cenderung sekedar mendeskripsikan perilaku ketimbang mengambil sikap tegas “melestarikan alam” dengan komponen preskriptif yang jernih (Crosby dkk, 2004). Tetapi psikologi sudah memiliki basis nilai yang amat gamblang : yaitu bertujuan memajukan kesejahteraan mental manusia. Artinya, jika memilih pertanyaan-pertanyaan riset semata-mata karena harus sesuai dengan relevansi sehingga integritas temuannya mau tak mau dipromosikan, semua riset medis tampaknya harus dicurigai. Padahal metode yang lemah atau tidak tepat, dan pemikiran yang tidak kritis, itulah ancaman yang sesungguhnya.
  
B.    Psikologi
Istilah ‘psikologi’ yang kami gunakan disini juga harus dijelaskan. Banyak orang awalnya terkejut saat kami menggandeng dua kata ini bersamaan menjadi ‘psikologi konservasi’. Namun sesegera mereka memahaminya : oh ya, masalah-masalah lingkungan hidup adalah akibat pilihan-pilihan perilaku manusia, sehinggga untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut mau tak mau kita harus melakukan perubahan-perubahan besar di dalam pola-pola perilaku itu sendiri. Maka, kita perlu memahami manusia.
Psikologi mengandung dalam dirinya tujuan yang rangkap : memahami perilaku manusia dan memajukan kesejahteraan mental manusia. Artinya, riset dan praktik psikologi didasarkan pada asumsi bahwa jika ingin memajukan kesejahteraan mental manusia, kita harus memahami betul perilaku manusia yang ini didasarkan pada penelitian-penelitian empiris yang ketat.
‘memahami perilaku manusia’ maksudnya, sebagian, adalah memahami bagaimana individu dipengaruhi oleh tatanan yang didalamnya mereka ‘menemukan’ dirinya. Ini mencakup lingkungan alam dan perubahan-perubahan didalamnya yang disebabkan oleh hal-hal seperti perubahan iklim, populasi berlebih, dan berkurangnya hutan. ‘Memajukan kesejahteraan mental manusia’ mensyaratkan kesadaran akan betapa vitalnya hubungan manusia dan lingkungan alam. Sudah umum diketahui bahwa racun-racun alam memiliki pengaruh-pengaruh langsung terhadap kesehatan manusia. Sayangnya efek-efek keracunan ini sering kasat mata dan baru terlihat setelah akumulasinya mengubah fungsi-fungsi biologis mental manusia. Sedangkan terkait hubungan manusia –alam yang tidak langsung, problem lingkungan pada akhirnya akan tetap berdampak terhadap kesejahteraan setiap manusia di planet ini : pemanasan global dan kepadatan populasi mempengaruhi perilaku sosial dan konflik antar kelompok, sebaliknya kesempatan untuk berinteraksi dengan binatang dan alam memengaruhi kesejahteraan emosional dan pengurangan tingkat stress.

C.    Kepedulian Manusia Terhadap Alam
Ada bagian terakhir dalam buku referensi yang kami pakai yang berjudul ‘Pemeliharaan Alam’. Kata ‘memelihara’ yang dipakai mungkin kata yang sudah umum didengar, tetapi maknanya tetap saja kuat. Kita semua tahu bahwa untuk bertindak dengan maksud, untuk menyelidiki, untuk menggerakkan, membutuhkan orang yang “menaruh minat” – itulah “kepedulian” (cares). Diantara keperihatinan yang kian parah tentang betapa jahatnya manusia merusak lingkungan alamiah terus-menerus, mudah sekali kita merasa pesimis tentang seberapa besar niatan manusia bersedia menjaga alam.
Namun, bisakah aktivitas ‘memelihara alam’ ini lebih dari sekedar minat pribadi? Bisa saja karena makna ‘memelihara’ memang kuat – suatu kewajiban yang sudah kita pelajari untuk mampu menerima dan memiliki sesuatu, menjadikan ‘pemeliharaan’ bagian identitas kita. Pemeliharaan bersifat pribadi kalau dilihat dari upaya kita memilih apa yang kita minati – manusia peduli akan banyak hal, khususnya yang paling dekat dengan hati mereka.
Pemeliharaan berkaitan dengan tindakan. Kami terkadang menggunakan istilah lain juga, yaitu ‘kepedulian’ yang maknanya berkaitan dengan respons emosi, suatu sikap memperhatikan. Makna ‘kepedulian’ memiliki aspek prilaku juga, kita bahkan menggunakan frasa ini sehari-hari saat bicara tentang ornag-orang yang mengasuh dan merawat seperti orang tua, kerabat, baby-sitter, dan lain-lain. Ada banyak cara manusia mengekspresikan kepedulian. Istilah ‘caring for’ dalam bahasa inggris termasuk kosa kata generatif dari membangkitkan tindakan yang produktif, setara dengan kreativitas berbahasa. Sebagai aspek terakhir memahami kata ‘peduli’, kita bisa menyebutnya sebagai tindakan yang sifatnya pribadi karena kita sering menggunakannya ketika berbicara tentang sebuah hubungan personal.

D.   Akar-akar Psikologi Konservasi
Di dalam studi-studi tentang lingkungan, daftar awal artikel yang berpengaruh adalah ‘tragedy of the commons” dari Garrett Hardin (1968) dan “the historical roots of our ecological crisis” dari Lynn White (1967). Kedua esai yang propokatif (tapi cacat) ini menarik perhatian bukan pada konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan dari kemajuan teknologi, melainkan pada cara-cara manusia berfikir tentang lingkungan. Di saat yang sama, riset serius tentang hubungan manusia dan lingkungannya mengarah pada pengembangan psikologi lingkungan hidup (environmental psychology) sebagai subdisiplin psikologi. ‘Lingkungan’ disini didefinisikan sebagai konteks fisik (bukannya sosial), meliputi komponen alam dan bangunan. Awalnya psikolog lingkungan berfokus pada cara-cara lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh kausal bagi perilaku manusia. Namun, dengan bangkitnya gerakan lingkungan hidup, tumbuh perhatian yang lebih besar terhadap lingkungan alamiah dan pengakuan yang lebih besar bagi dampak buruk perilaku manusia terhadap lingkungan.
Sejak awal, psikologi lingkungan hidup telah mewadahi kepedulian para peneliti kesehatan lingkungan, dan sejumlah riset yang relevan dengan psikologi konservasi juga sudah mereka kerjakan. Beberapa riset psikologi itu bahkan sudah menyoroti pengaruh-pengaruh sentuhan alam bagi kesejahteraan individu; cara-cara manusia berinteraksi dengan alam, persepsi tentang resiko-resiko yang bisa muncul dari dan untuk alam dan lingkungan hidup; pengambilan keputusan tentang kebijakan lingkungan; konsep-konsep etika lingkungan; dan cara-cara konsep diri manusia berjalin dengan lingkungan alam. Bangunan-bangunan psikologis yang penting ini meliputi pengetahuan, perilaku, nilai dan sikap-sikap di tingkatan individu, beserta norma-norma, intensif-intensif, penghalang-penghalang dan latar-latar perilaku di tingkat sistem.
Bidang psikologi konservasi muncul bukan untuk merespons kurangnya riset-riset diatas, melainkan untuk merespons kurangnya kejelasan dan identifikasi : baik psikolog maupun bukan psikolog sering kali tidak paham riset psikologi yang benar terkait pelestarian alam. Psikologi konservasi juga berusaha menyediakan sebuah komunitas bagi para psikolog di sub-sub disiplin yang ingin mencerminkan keprihatinan mereka bagi masa depan planet di dalam identitas profesionalnya.

E.    Potensi Psikologi Konservasi
Psikologi konservasi memandu riset dasar maupun riset terapan. Disebut terapan karena tujuan utamanya adalah menyoroti dan mengurangi masalah-masalah lingkungan. Namun, “tidak ada praktik sebaik sebuah teori yang bagus”, mengutip Kurt Lewin (1951). Riset psikologi telah menghasilkan beberapa kesimpulan luas yang mempunyai relevansi penting bagi psikologi. Mereka mencakup ide-ide bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti perilaku tersebut; bahwa manusia bukan hanya belajar perilaku tapi juga sikap, nilai dan norma dari orang-orang sekitarnya; dan bahwa manusia berubah di sepanjang waktu, dengan cara-cara yang telah terprogram secara genetis sebagaimana respons terhadap lingkungan. Efek dari pengalaman tertentu berbeda-beda sesuai tahap perkembangan seseorang, dan beberapa pengalaman atau pengaruh itu kadang memiliki dampak yang tidak tepat di awal perkembangan seseorang. Prinsip ini jelas sangat relevan apabila kita ingin memahami saling ketergantungan manusia dengan alam.
Dua kesimpulan inti berikut penting juga untuk di identifikasikan meskipun sering kali di biarkan saja tanpa perlu di ungkapkan.
Pertama, perilaku manusia merupakan fungsi dari beberapa sebab, kebanyakan irasional dan / atau di luar kesadaran jernih. Artinya, manusia tidak selalu tahu apa yang baik untuk dirinya, dan sekalipun tahu, jarang sekali mereka mau menindak lanjutinya.
Kedua, perilaku dapat diubah. Pola-pola perilaku bisa dilihat sebagai konsekuensi tak terelakan dari ‘watak manusia’, namun ia tetap bisa di arahkan, merespons baik pada pengaruh yang disengaja maupun tidak.
Memahami sungguh-sungguh pengaruh utama bagi perilaku tertentu akan bisa membuka ruang kemungkinan intervensi yang positif bagi peningkatan hubungan manusia-alam yang sehat.
Untuk menjembatani dua kesimpulan inti di atas, Saunders (2003) dan Mascia (2003) mengusulkan seperangkat wilayah bagi riset psikologi konservasi yang mencerminkan pengetahuan psikologi dan definisi kompleks kita sebelumnya. Saunders berpendapat bahwa psikologi konservasi harusnya membahas; (1) cara manusia merawat alam ,dan (2) bagaimana sebaiknya manusia bersikap terhadap alam. Mascia menambahkan komponen kognitif, yaitu (3) bagaimana cara manusia mengembangkan keyakinan dan pengetahuan yang baik dan tepat tentang alam. Ia juga mengakui kalau manusia berfungsi disebuah konteks sosial dengan menambahkan dua lagi fokus psikologi konservasi, yaitu (4) hubungan manusia yang relevan dengan konservasi, dan (5) hubungan manusia dengan lembaga-lembaga sosial.
Psikologi bertujuan untuk menerapkan konsep-konsep dan teknik-teknik riset psikologi di wilayah-wilayah konservasi. Ini mencakup hal-hal semisal :
1. Menggunakan riset survei untuk menilai sikap-sikap komunitas terhadap inisiatif-inisiatif konservasi tertentu.
2. Menggunakan hasil-hasil riset perubahan sikap untuk merancang pesan-pesan yang persuasif.
3. Menggunakan hasil-hasil riset perilaku untuk mendukung perilaku yang melestarikan.
4. Berkonsultasi dengan para arsitek dan perancang untuk menyediakan cara-cara terbaik interaksi manusia dengan alam.
5. Merancang program-program lingkungan hidup yang mengedepankan sikap-sikap pro-lingkungan.
6. Melakukan riset tentang efek-efek sentuhan dengan alam untuk menyempurnakan argumen-argumen perlindungan alam
7. Mengamati interaksi-interaksi sosial untuk memahami cara-cara nilai lingkungan hidup diciptakan dan dipancarkan.


Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.