Sunday 9 February 2014

Teori Gestalt

Teori kognitif Gestalt
Gerakan Gestalt pertama kali diluncurkan oleh artikel Max Wertheimer pada tahun 1912. Meskipun Max Wertheimer (1880-1943) dianggap sebagai pendiri psikologi Gestalt, sjak awal dia sudah bekerja sama dengan dua orang yang dianggap juga sebagai bapak pendiri, yaitu Wolfgang (1887-1967) dan Kurt Koffka (1886-1941). Kohler dan Koffka berpartisipasi
dalam eksperimen pertama yang dilakukan oleh Wertheimer. Meskipun ketiganya member kontribusi sendiri-sendiri yang penting psikologi, ide-ide mereka selalu mirip satu sama lain.
Selruh gerakan Gestalt muncul dari pemikiran Wertheimer ketika ia sedang naik kereta api menuju ke Rhineland. PanDangannya yakni bahwa jika mata melihat stimuli dengann cara tertentu, penglihatan itu akan memberI ilusi gerakan, yang oleh Wertheimer dinamakan phi phenomenon.
Arti penting dari phi phenomenon adalah fenomena ini berbeda dari elemen yang menyebabkannya. Sensasi geraan tidak dapat dijelaskan  dengan menganalisis setiap unsure cahaya, yakni cahya padam dan cahaya hidup.
Pengalaman fenomenologis adalah berbeda dari bagian-bagian yang menyusun pengalaman tersebut.  Gestalt adalah kata Jerman yang berarti pola atau konfigurasi. Anggota aliran ini berpendapat bahwa kita mengalami dunia secara menyeluruh dan bermakna. Kita tidak melihat stimui yang terpisah-pisah namun stiuli itu dikelompokkan bersama ke dalam satu konfigurasi yng bermakna, atau Gestalten (bentuk jamak dai Getalt).


A.   KONSEP TEORITIS UTAMA
1.         Teori Medan
Hal penting dalam suatu medan adalah bahwa tidak ada yang eksis secara terpisah atau terisolasi. Psikologi Gestalt menggunakan konsep medan ini di banyak level. Psikologi Gestalt percya bahwa apapun yang terjadi pada seseorang akann memepengaruhi egala sesuatu  yang lain di dalam diri orang itu.
Kurt Lewin (1890-1947), salah satu tokoh psikologi Gestalt awal, mengembangkan teori motivasi berdasarkan teori Medan. Lewin mengatakn bahwa perilaku manusia dalam waktu tertentuditentukan oleh jumlah total dari fakta psikologis pada waktu tertentu. Fakta psikologis adalah segala sesuatu yang disadari manusia, seperti lapar, ingatan masa lalu, dan lain sebagainya. Life space (ruang kehidupan) seseorng adalah jumlah total dari semua fakta psikologis. Beberapa fakta ini akan menimbulkan pengaruh positif pada prilaku seseorang, dan sebagian lainnya menimbulkan efek negative. Totalitas dari kejadian inilah yang menentukan perilaku seseorang dalam waktu tertentu.

2.         Nature versus Nurture
Menurut teoritisi Gestalt, otak bukan penerima pasif dan gudang penyimpnan informasi dari lingkungan. Otak bereaksi terhadap informasi sensoris yng masuk dan otak melakukan penataan yang membuat informasi itu leih bermakna.
Karena otak adalah system fisik, otak menciptakan medan yang mempengaruhi informasi yang masuk ke dalamnya, seperti medan magnet yang mempengaruhi elemen logam. Medan kekuatan inilah yang mengantur pengalaman sadar.  Gestaltian mempostulatkan otak yang aktif yang mengubah informasi sensoris. Jadi, Gestaltian mengkuti tradisi Kantian.

3.         Hukum Pragnanz
Perhatian utama psikologi Gestalt adalah pada fenomena perceptual. Salah satu prinsip yang menonjol berlaku untuk semua kejadian mental, termasuk rinsip persepsi, yakni law of pragnanz (pragnanz adalah kata Jerman yang berarti “esensi”).  Koffka mendiskripsikan hukum Pragnanz sebagai berikut : “penataan psikologis selalu sebaik yang diizinkan oleh lingkungan pengontrolnya”.  Yang dimaksud “baik” oleh Koffk adalah kualitas-kualitas seperti sederhana, komplet, ringkas, simetris, atau harmonis.
Hukum Pragnanz dipakai Gestaltis sebagai prinsip pedoman mereka dalam menelti persepsi, belajar, dan memori.
Dari banyak prinsip persepsi yang dipelajari oleh teorisi Gestalt, kita hanya akan mendiskusikan principle of closure (prinsip penutupan atau pengakhiran) karena ia terkait langsung dengan topik belajar dan memori. Prinsip penutupan menyatakan bahwa kita punya tendensi untuk menyelesaikan pengalaman yang belum lengkap.


B.    PRINSIP BELAJAR GESTALT
Karna psikolog gestalt terutama adalah teoritisi medan yang tertarik pada fenomena perceptual, tidak mengejutkan jika mereka memandang belajar sebagai problem khusus dalam persepsi. Mereka mengasumsikan bahwa ketika suatu organinisme berhadapan dengan sebuah problem, akan muncul keadaan disekuilibrium kognitif dan keadaan ini akan terus berlanjut sampai problem terselesaikan. Karenanya, menurut psikolog gestalt, diskuilibrium kognitif mengandung unsure motivasional yang menyebabkan organisme berusaha untuk mendapatkan kembali keseimbangan dalam system mentalnya.menurut hukum pragnanz, keseimbangan kognitiflebih memuaskan ketimbang ketidakpuasan kognitif.
Belajar menurut Gestalist, adalah fenomena kognitif. Organism “mulai melihat” solusi setelah memikirkan problem. Pembelajar memikirkan semua unsure yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan. Ketika solusi muncul, organism mendapatkan wawasan (insight) tentang solusi problem. Problem dapat eksis hanyan dalam dua keadaan: terpeahkan atau tak terpecahkan. Tidak ada keadaan solusi parsial diantara dua keadaan itu. Gestaltis percaya bahwa solusi itu didapatkan atau tidak sama sekali; belajar menurut mereka adalah bersifat diskontinu.
Untuk menguji gagasan teori belajar ini, kohler menggunakan sejumlah eksperimen kreatif. Satu percobaan memecahkan jalan memutar dimana hewan dapat melihat tujuanya dengan jelas tetapi tidak bisa mencapainya secara langsung. Hewan itu harus berjalan memutar dan mengambil jalur lain untuk mendapatkan objek yang diinginkanya. Dari eksperimen ini, kohler menemukan bahwa ayam kesulitan dalam menemukan solusi, tetapi monyet bisa memecahkan dengan relatif mudah. Percobaan kedua mengharuskan organism menggunakan alat untuk menjangkau objek yang inginkanya.

a.    Periode prasolusi.
Biasanya dibutuhkan waktu agak lama sebelum solusi yang berwawasan (insightfull solution) dapat ditemukan. Penjelasan psikolog gestalt dalam hal ini mirif dengan konsef belajar trial-and-error, namun mereka menyebut belajar trial-and-error ini sebagai kognitif bukan behavioral. Menurut  mereka, organism menguji sejumlah hipotesis tentang acara paling efektif untuk memecahkan problem. Ketika cara yang benar telah ditemukan, maka muncul wawasan atau pengetahuan mendalam. Dimaksudkan agar belajar mendalam ini dapat terjadi, organism itu harus dihadapkan pada semua elemen problem; jika tidak, prilakunya tampak tidak terarah. Biasanya seseorang akan melihat sebagian besar gambar itu sebelum bentuk yang tersembunyi dapat ditemukan. Problem ini menimbulkan disekuilibrium yang akan terus bertahan sampai problem terselesaikan.
b.    Ringkasan tentang belajar wawasan.
Insightful learning (belajar bewawasan) biasanya dianggap memiliki empat karakteristik: (1) Transisi dari prasolusi ke solusi terjadi secara mendadak dan komplit; (2) kinerja berdasarkan solusi diperoleh dengan pengertian mendalam yang biasanya bebas dari kekeliaran; (3) solusi untuk suatu problem yang diperoleh melalui wawasan mendalam ini akan diingat dalam waktu yang cukup lamah; (4) prinsip yang diperoleh melalui wawasan mendalam ini mudah diaplikasikan keproblem lainnya.
c.     Transposisi.
Transposition artinya ketika suatu prinsip pemecahan masalah dalam satu situasi diaplikasikan dalm problem lain. Karya awal kohler dilakukan dengan ayam dan monyet. Eksperimenya  adalah dengan melatih hewan untuk mendekati satu dari dua sisi kertas abu-abu; misalnya, ayam diberi makan di bagian bayangan yang gelap dari kertas itu tetapi tidak diberi makan di bagian yang terang. Setelah training, ketika ayam diberi pilihan, ayam itu akan memilih mendekati bagian yang gelap. Jika eksperimen dua daerah bayangan itu diakhiri pada poin-poin ini, behavioris akan senang sebab demikian seharusnya hewan akan berperilaku menurut sudut pandang mereka. Tetapi, bagian kedua dari eksperimen inilah yang dianggap Gestaltis lebih mencerahkan.
Setelah training awal, hewan itu diberi pilihan antara kertas gelap seperti yang dipakai saat latihan dan satu lagi kertas yang lebih gelap lagi.
Jawabannya tergantung pada bagaimana orang melihat proses belajar. Gestaltian berpendapat bahwa behavioris akan memprediksi hewan itu akan mendekati kertas yang lebih terang di situasi baru ini karena kertas itulah yang sudah diperkuat pada fase pertama percobaan. Tetapi, Gestaltis tidak memandang belajar sebagai pengembangan kebiasaan spesifik atau koneksi S-R. menurut mereka apa yang dipelajari dalm situasi ini adalah prinsip relasional; yakni, mereka menganggap bahwa hewan mempelajari prinsip mendekati objek paling gelap dari dua buah objek dari fase pertama eksperimen dan prinsip yang sama akan diaplikasikan pada fase percobaan kedua. Gestalitis memprediksi bahwa hewan itu akan memilih objek yang lebih gelap dari kedua objek di fase dua, meskipun mereka telah dikuatkan untuk memilih objek yang satunya lagi dalam fase satu. Secara umum, prediksi yang dibuat psikolog Gestalt dalam situasi ini adalah akurat.
                                                                                                                                     
C.    JEJAK MEMORI
Koffka berusaha menghubungkan masa lalu dan masa sekarang lewat konsep Memory Trace (Jejak Memory). Koffka mengasumsikan bahwa pengalaman saat ini akan membangkitkan apa yang disebutnya sebagai memory process (proses memori). Proses ini adalah aktivitas di otak yang disebabkan oleh pengalaman lingkungan. Proses ini bisa sederhana atau kompleks, tergantung pada pengalamannya. Ketika proses berhenti, jejak dari efeknya masih tertinggal di otak. Jejak ini, pada gilirannya, akan memengaruhi semua proses serupa yang terjadi di masa depan. Menurut pendapat ini, proses, yang disebabkan oleh pengalaman, dapat terjadi hanya dalam bentuk “murni”; sesudah itu pengalaman yang sama akan muncul dari interaksi antara proses tersebut dengan jejak memori. Jadi, setiap kali proses dimunculkan, ia akan memodifikasi organisme dan modifikasi ini memengaruhi pengalaman di masa mendatang. Menurut Koffka, jika seseorang mendefinisikan belajar sebagai medifikasi potensi prilaku yang berasal dari pengalaman, maka setiap pemunculan proses ini dapat dilihat sebagai pengalaman belajar.
Apa sifat dari pengaruh jejak memori pada proses? Koffka menjawab bahwa suatu jejak “akan memengaruhi proses dengan cara menjadikan proses itu sama dengan proses yang diproduksi oleh jejak tersebut. Semakin kuat jejak memori, semakin kuat pengaruhnya pada proses; karena itu, pengalaman sadar seseorang akan cenderung lebih sesuai dengan jejak memori ketimbang proses.

Menurut pendapat ini, jika hal terakhir yang dilakukan dalam situasi pemecahan masalah adalah memecahkan masalah itu, maka solusi itu akan menjadi “melekat” dalam pikiran seseorang. Saat seseorang diwaktu yang lain berada dalam situasi pemecahan masalah yang sama, akan muncul sebuah proses yang akan “berkomunikasi” dengan jejak dari pengalaman pemecahan masalah sebelumnya. Jejak ini kemudian akan memengaruhi proses yang sedang berlangsung dan memudahkan upaya pemecahan masalah. Dengan repetisi, jejka ini menjadi semakin berpengaruh terhadap proses tersebut. Dengan kata lain, setelah hewan memecahkan makin banyak problem yang serupa, ia menjadi semakin ahli dalam memecahkan masalah. Koffka menjelaskan peningkatan keahlian ini sebagai hasil dari menigkatnya pengaruh dari jejak memori terhadap proses tersebut.  

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.