Wednesday 29 October 2014

Psikologi Abnormal

Apa itu Perilaku Abnormal?
Perilaku abnormal tampaknya tidak banyak mendapat perhatian. Lagi pula hanya sedikit orang yang pernah dirujuk ke rumah sakit jiwa. Kebanyakan orang tidak pernah mencari bantuan psikolog ataupun psikiater. Hanya sedikit orang yang didakwa tidak bersalah atas suatu kejahatan dengan
alasan ketidakwarasan. Kebanyakan dari kita memiliki kerabat yang kita sebut eksentrik, tetapi hanya sedikit yang punya kerabat yang benar-benar bizarre (sangat aneh).
Namun kenyataannya, perilaku abnormal mempengaruhi hampir setiap orang dalam berbagai cara. Pola perilaku abnormal yang meliputi gangguan fungsi psikologis atau gangguan perilaku diklasifikasikan oleh ahli kesehatan mental sebagai gangguan psikologis (psychologycal disorders) atau gangguan mental (mental disorders). Istilah penyakit mental secara kolektif mengacu pada semua gangguan mental yang dapat didiagnosis, termasuk gangguan kecemasan, gangguan mood, skizofrenia, disfungsi seksual dan gangguan penyalahgunaan zat. Jika kita membatasi definisi kita tentang perilaku abormal pda gangguan mental yang dapat didiagnosis, berarti satu dari dua orang diantara kita secara langsung telah mengalaminya. Dalam satu tahun, sekitar satu dari lima orang di AS mengalami gangguan mental.
Apa Itu Psikologi Abnormal?
Psikologi abnormal merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang mengalaminya. Psikologi abnormal mencakup sudut pandang yang lebih luas tentang psrilaku abnormal di bandingkan studi tentang gangguan mental. Istilah yang sering digunakan biasanya adalah gangguan psikologis dari pada gangguan mental. Alasannya adalah pertama istilah gangguan psikologis mampu meletakkan studi tentang perilaku abnormal secara tepat di dalam jangkauan pemahaman bisang psikologi. Alasan kedua adalah bahwa istilah ganggguan mental umumnya diasosiasikan dengan perspektif model medis yang menganggap bahwa pola perilaku abnormal merupakan simptom dari penyakit atau gangguan yang mendasarinya. Meskipun model medis tetap merupakan perspektif yang menonjol dalam memahami pola perilaku abnormal, kami akan memperlihatkan bahwa perspektif-perspektif lainnya, termasuk perspektif psikologis dan sosiokultural, juga memberikan inspirasi kepada pemahaman kita mengenai perilaku abnormal.
Bagaimana kita mendefinisikan Perilaku Abnormal?
Merasa cemas ketika melamar pekerjaan, interview kerja atau ujian akhir merupakan hal yang biasa. Dan depresi ketika mengalami kehilangan orang yang dicintai atau kehilangan pekerjaan juga adalah hal yang biasa. Lalu baimana kita dianggap melanggar batas antara perilaku normal dan abnormal?
Satu jawabannya adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi dapat dikatakan abnormal bila tidak sesuai dengan situasinya. Merupakan hal yang normal jika kita merasa tertekan ketika gagal dalam tes, tetapi menjadi tidak normal bila kita merasa tertekan ketika mendapat peringkat yang baik atau memuaskan. Perilaku abnormal juga dapat diindikasikan melalui besarnya/tingkat keseriusan problem. Walaupun beberapa bentuk kecemasan sebelum suatu wawancara kerja itu dianggap normal, namun merasa seakan-akan jantung anda akan copot (yang mengakibatkan interview batal) adalah tidak normal.
Kriteria untuk Menentukan Abnormalitas
Para ahli kesehatan mental menggunakan berbagai kriteria dalam membuat keputusan tentang apakah suatu perilaku adalah abnormal atau tidak. Kriteria yang paling umum digunakan adalah :
Perilaku yang tidak biasa. Perilaku yang tidak biasa sering dikatakan abnormal. Hanya sedikit dari kita yang menyatakan melihat ataupun mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada. “melihat sesuatu” dan “mendengar sesuatu” seperti itu hampir selalu dikatakan abnormal dalam budaya kita, kecuali mungkin dalam kasus pengalaman religius tertentu dimana “mendengar suara” atau “melihat bayangan” dari tokoh-tokoh religius bukanlah sesuatu yang aneh. Dengan demikian, sesuatu yang jarang ada atau secara statistik menyimpang tidak cukup kuat untuk menjadi dasar pemberian label perilaku abnormal; walaupun begitu, hal ini sering menjadi ukuran untuk menemukan abnormalitas.
Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melanggar norma sosial. Setiap masyarakat memiliki norma-norma yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima dalam beragam konteks tertentu. Perilaku yang dianggap normal dalam suatu budaya mungkin akan dipandang sebagai abnormal dalam budaya lainnya. Dalam masyarakat kita, seseorang yang berdiri diatas membar pidato di suatu taman dan berulang-ulang meneriakan kata “tembak!” pada setiap warga yang lewat di depannya akan dilabel abnormal; sementara berteriak “tembak!” di tribun penonton pada suatu pertandingan sepak bola yang penting biasanya merupakan hal yang normal. Meskipun penggunaan norma tetap merupakan standar penting untuk mendefinisikan perilaku abnormal, kita harus waspada terhadap adanya sejumlah batasan dari definisi ini.
Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas. Biasanya, sistem sensori dan proses kognitif memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan sekitar. Namun melihat sesuatu atau mendengar sesuatu yang tidak ada objeknya akan disebut sebagai halusinasi, dimana dalam budaya kita sering dianggap sebagi tanda-tanda yang mendasari suatu gangguan. Sama halnya, memiliki pemikiran-pemikiran yang tidak mendasar atau delusi, seperti bahwa polisi atau mafia sedang mencari-cari anda padahal sebenarnya tidak ada hal seperti itu, kemungkinan dianggap sebagai tanda-tanda gangguan mental (kecuali tentu saja kenyataannya memang begitu).
Orang-orang tersebut berada dalam stress personal yang signifikan. Kondisi stress personal yang diakibatkan oleh gangguan emosi, seperti kecemasan, ketakutan, atau depresi, dapat dianggap abnormal. Namun seperti yang ditulis sebelumnya, kecemasan dan depresi terkadang merupakan respons yang sesuai dengan situasi tertentu. Ancaman dan kehilangan yang nyata terjadi dan dialami oleh setiap orang dari waktu ke waktu, dan tidak adanya respon emosional dari kondisi tersebut dapat dianggap sebagai abnormal. Perasaan distress yang tidak tepat dapat dikatakan abnormal kecuali apabila perasaan tersebut menjadi berkelanjutan atau bahkan bertahan lama setelah sumbernya sudah tidak ada atau jika perasaan itu sangat intens sehingga merusak kemampuan individu untuk berfungsi kembali.
Perilaku maladaptif atau ‘self-defeating’. Perilaku yang menghasilkan ketidakbahagiaan dan bukan self-fulfillment dapat dianggap sebagai abnormal. Perilaku yang membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan atau untuk beradaptasi dengan lingkungan kita juga dapat disebut sebagai abnormal. Menurut kriteria ini, pengonsumsian alkohol yang parah yang mengganggu fungsi kesehatan, sosial dan kerja akan dipandang sebagai abnormal.
Perilaku berbahaya. Perilaku yang menimbukan bahaya bagi orang itu sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan abnormal. Dalam hal ini konteks sosial juga menjadi hal yang penting. Orang yang rela mati di medan perang di anggap heroik dan pemberani. Sedangkan orang yang berupaya bunuh diri karena mengalami tekanan hidup sehari-hari biasanya dianggap abnormal.
Dengan demikian, perilaku abnormal memiliki definisi ganda. Tergantung pada kasusnya, beberapa kriteria mungkin dapat lebih ditekankan dari pada kriteria lainnya. Namun pada kebanyakan kasus, kombinasi dari kriteria-kriteria tersebut digunakan untuk mendefinisikan abnormalitas. 

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.