Apa itu Perilaku Abnormal?
Perilaku
abnormal tampaknya tidak banyak mendapat perhatian. Lagi pula hanya sedikit
orang yang pernah dirujuk ke rumah sakit jiwa. Kebanyakan orang tidak pernah
mencari bantuan psikolog ataupun psikiater. Hanya sedikit orang yang didakwa
tidak bersalah atas suatu kejahatan dengan
alasan ketidakwarasan. Kebanyakan dari kita memiliki kerabat yang kita sebut eksentrik, tetapi hanya sedikit yang punya kerabat yang benar-benar bizarre (sangat aneh).
alasan ketidakwarasan. Kebanyakan dari kita memiliki kerabat yang kita sebut eksentrik, tetapi hanya sedikit yang punya kerabat yang benar-benar bizarre (sangat aneh).
Namun
kenyataannya, perilaku abnormal mempengaruhi hampir setiap orang dalam berbagai
cara. Pola perilaku abnormal yang meliputi gangguan fungsi psikologis atau
gangguan perilaku diklasifikasikan oleh ahli kesehatan mental sebagai gangguan
psikologis (psychologycal disorders)
atau gangguan mental (mental disorders). Istilah
penyakit mental secara kolektif mengacu pada semua gangguan mental yang dapat
didiagnosis, termasuk gangguan kecemasan, gangguan mood, skizofrenia, disfungsi
seksual dan gangguan penyalahgunaan zat. Jika kita membatasi definisi kita
tentang perilaku abormal pda gangguan mental yang dapat didiagnosis, berarti
satu dari dua orang diantara kita secara langsung telah mengalaminya. Dalam
satu tahun, sekitar satu dari lima orang di AS mengalami gangguan mental.
Apa Itu Psikologi Abnormal?
Psikologi abnormal
merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola
perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang mengalaminya. Psikologi
abnormal mencakup sudut pandang yang lebih luas tentang psrilaku abnormal di
bandingkan studi tentang gangguan mental. Istilah yang sering digunakan
biasanya adalah gangguan psikologis dari pada gangguan mental. Alasannya adalah
pertama istilah gangguan psikologis mampu meletakkan studi tentang perilaku
abnormal secara tepat di dalam jangkauan pemahaman bisang psikologi. Alasan
kedua adalah bahwa istilah ganggguan mental umumnya diasosiasikan dengan
perspektif model medis yang menganggap bahwa pola perilaku abnormal merupakan
simptom dari penyakit atau gangguan yang mendasarinya. Meskipun model medis
tetap merupakan perspektif yang menonjol dalam memahami pola perilaku abnormal,
kami akan memperlihatkan bahwa perspektif-perspektif lainnya, termasuk
perspektif psikologis dan sosiokultural, juga memberikan inspirasi kepada
pemahaman kita mengenai perilaku abnormal.
Bagaimana kita mendefinisikan Perilaku
Abnormal?
Merasa cemas
ketika melamar pekerjaan, interview kerja atau ujian akhir merupakan hal yang
biasa. Dan depresi ketika mengalami kehilangan orang yang dicintai atau
kehilangan pekerjaan juga adalah hal yang biasa. Lalu baimana kita dianggap
melanggar batas antara perilaku normal dan abnormal?
Satu jawabannya
adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi dapat dikatakan abnormal
bila tidak sesuai dengan situasinya. Merupakan hal yang normal jika kita merasa
tertekan ketika gagal dalam tes, tetapi menjadi tidak normal bila kita merasa
tertekan ketika mendapat peringkat yang baik atau memuaskan. Perilaku abnormal
juga dapat diindikasikan melalui besarnya/tingkat keseriusan problem. Walaupun
beberapa bentuk kecemasan sebelum suatu wawancara kerja itu dianggap normal,
namun merasa seakan-akan jantung anda akan copot (yang mengakibatkan interview
batal) adalah tidak normal.
Kriteria untuk Menentukan Abnormalitas
Para ahli
kesehatan mental menggunakan berbagai kriteria dalam membuat keputusan tentang
apakah suatu perilaku adalah abnormal atau tidak. Kriteria yang paling umum
digunakan adalah :
Perilaku yang tidak biasa. Perilaku yang
tidak biasa sering dikatakan abnormal. Hanya sedikit dari kita yang menyatakan
melihat ataupun mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada. “melihat sesuatu”
dan “mendengar sesuatu” seperti itu hampir selalu dikatakan abnormal dalam
budaya kita, kecuali mungkin dalam kasus pengalaman religius tertentu dimana
“mendengar suara” atau “melihat bayangan” dari tokoh-tokoh religius bukanlah
sesuatu yang aneh. Dengan demikian, sesuatu yang jarang ada atau secara
statistik menyimpang tidak cukup kuat untuk menjadi dasar pemberian label
perilaku abnormal; walaupun begitu, hal ini sering menjadi ukuran untuk
menemukan abnormalitas.
Perilaku yang tidak dapat diterima secara
sosial atau melanggar norma sosial. Setiap masyarakat memiliki norma-norma
yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima dalam beragam konteks
tertentu. Perilaku yang dianggap normal dalam suatu budaya mungkin akan
dipandang sebagai abnormal dalam budaya lainnya. Dalam masyarakat kita,
seseorang yang berdiri diatas membar pidato di suatu taman dan berulang-ulang
meneriakan kata “tembak!” pada setiap warga yang lewat di depannya akan dilabel
abnormal; sementara berteriak “tembak!” di tribun penonton pada suatu
pertandingan sepak bola yang penting biasanya merupakan hal yang normal.
Meskipun penggunaan norma tetap merupakan standar penting untuk mendefinisikan
perilaku abnormal, kita harus waspada terhadap adanya sejumlah batasan dari
definisi ini.
Persepsi atau interpretasi yang salah
terhadap realitas. Biasanya, sistem sensori dan proses kognitif
memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan
sekitar. Namun melihat sesuatu atau mendengar sesuatu yang tidak ada objeknya
akan disebut sebagai halusinasi, dimana dalam budaya kita sering dianggap
sebagi tanda-tanda yang mendasari suatu gangguan. Sama halnya, memiliki
pemikiran-pemikiran yang tidak mendasar atau delusi, seperti bahwa polisi atau
mafia sedang mencari-cari anda padahal sebenarnya tidak ada hal seperti itu,
kemungkinan dianggap sebagai tanda-tanda gangguan mental (kecuali tentu saja
kenyataannya memang begitu).
Orang-orang tersebut berada dalam stress
personal yang signifikan. Kondisi stress personal yang diakibatkan oleh
gangguan emosi, seperti kecemasan, ketakutan, atau depresi, dapat dianggap
abnormal. Namun seperti yang ditulis sebelumnya, kecemasan dan depresi terkadang
merupakan respons yang sesuai dengan situasi tertentu. Ancaman dan kehilangan
yang nyata terjadi dan dialami oleh setiap orang dari waktu ke waktu, dan tidak
adanya respon emosional dari kondisi tersebut dapat dianggap sebagai abnormal. Perasaan
distress yang tidak tepat dapat dikatakan abnormal kecuali apabila perasaan
tersebut menjadi berkelanjutan atau bahkan bertahan lama setelah sumbernya
sudah tidak ada atau jika perasaan itu sangat intens sehingga merusak kemampuan
individu untuk berfungsi kembali.
Perilaku maladaptif atau ‘self-defeating’.
Perilaku yang menghasilkan ketidakbahagiaan dan bukan self-fulfillment dapat dianggap sebagai abnormal. Perilaku yang
membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan atau untuk
beradaptasi dengan lingkungan kita juga dapat disebut sebagai abnormal. Menurut
kriteria ini, pengonsumsian alkohol yang parah yang mengganggu fungsi
kesehatan, sosial dan kerja akan dipandang sebagai abnormal.
Perilaku berbahaya. Perilaku yang
menimbukan bahaya bagi orang itu sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan
abnormal. Dalam hal ini konteks sosial juga menjadi hal yang penting. Orang yang
rela mati di medan perang di anggap heroik dan pemberani. Sedangkan orang yang berupaya
bunuh diri karena mengalami tekanan hidup sehari-hari biasanya dianggap
abnormal.
Dengan demikian, perilaku abnormal memiliki definisi ganda. Tergantung pada
kasusnya, beberapa kriteria mungkin dapat lebih ditekankan dari pada kriteria
lainnya. Namun pada kebanyakan kasus, kombinasi dari kriteria-kriteria tersebut
digunakan untuk mendefinisikan abnormalitas.
0 comments:
Post a Comment